KPPU Ajak Bagian Pengadaan Barang Jasa Kota Medan Cermati Indikasi Persekongkolan Tender
Fokusmedan.com : Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Medan mendatangi Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kota (Pemko) Medan. Hal ini sebagai upaya pencegahan terhadap pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, khususnya Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan Tender dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sekaligus mempererat kerjasama.
Kedatangan KPPU Kanwil I yang dipimpin Kepala Kantor Wilayah I KPPU Medan Ridho Pamungkas disambut oleh Kepala Bagian Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Kota Medan, Alexander Sinulingga, didampingi oleh Kepala pembinaan dan advokasi Kario Darminto Harahap beserta tim.
Pertemuan ini juga sebagai tindak lanjut atas temuan indikasi persekongkolan tender oleh KPPU pada pengadaan ‘lampu pocong’ yang secara resmi dinyatakan sebagai proyek gagal oleh Wali Kota Medan Bobby Nasution beberapa waktu lalu.
“Tender yang kompetitif akan menarik minat banyak peserta untuk menawar, dengan demikain maka Pokja memiliki semakin banyak pilihan untuk mendapatkan penawaran yang terbaik. Dalam pengadaan Lansekap Kota Medan, hanya ada satu penawar untuk tiap paket. Memang diperbolehkan, namun jadi tanda tanya, apakah ada persyaratan atau ketentuan yang membatasi, atau tender telah diatur sedemikian rupa, sehingga tidak ada yang memasukan penawaran,” ujar Ridho, Selasa (23/5/2023).
Terkait dengan proses pemilihan penyedia, Ridho mengatakan, selama ini KPPU sering mendapati Pokja tidak memiliki kewenangan dalam mendeteksi adanya persekongkolan dalam tender, yang berakibat terjadinya persaingan semu antar peserta tender.
“Salah satu bentuk yang ditandai sebagai persaingan semu adalah keikutsertaan perusahaan fiktif atau perusahaan yang hanya dipinjam yang secara kapasitas teknis dan administratif tidak layak ditetapkan sebagai pemenang,” ujar Ridho.
Menanggapi hal tersebut, Kario Darminto Harahap mengakui bahwa kewenangan Pokja hanya sebatas evaluasi terhadap dokumen administrasi tanpa melakukan pemeriksaan fisik terhadap peralatan, personel, dan lain-lain.
“Dulu pernah kami cek fisik peralatan yang akan digunakan oleh peserta, setelah itu kami dilaporkan ke PTUN, di PTUN kami dikalahkan karena tidak ada kewenangan Pokja untuk memeriksa fisik peralatan,” ungkapnya.
Kario sangat berharap ada regulasi yang melarang adanya pinjam meminjam perusahaan. Dengan adanya regulasi tersebut akan memperkuat posisi pokja untuk menggugurkan peserta yang terbukti hanyalah perusahaan yang disewa atau dipinjam.
“Kami pernah coba membuat database perusahaan kontraktor yang telah terverifikasi, namun peraturan yang baru terkait kemudahan berusaha membuat kami semakin sulit mengetahui mana yang perusahaan biasa dipinjam dan mana yang memang bonafide atau bermodal,” ujar Kario.
Sependapat dengan Kario, Ridho menjelaskan bahwa KPPU juga telah beberapa kali memberikan surat saran dan pertimbangan (sarpem) terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah kepada LKPP, salah satunya Sarpem terkait Rencana Revisi Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018.
Salah satu usulan KPPU adalah untuk mengubah ketentuan mengenai pembuktian kualifikasi yang sebaiknya dilakukan di awal proses pengadaan. Hal ini untuk mencegah keikutsertaan perusahaan fiktif yang tidak didukung oleh alamat dan gedung kantor yang representatif, serta dukungan tenaga ahli untuk jenis pekerjaan yang diikuti.
Ditambahkan oleh Ridho, dalam banyak perkara persekongkolan tender yang selama ini ditangani KPPU, ditemukan fakta Pokja tidak melakukan prosedur pembandingan dan klarifikasi terhadap dokumen penawaran peserta tender untuk menyimpulkan adanya indikasi persekongkolan.
“Biasanya Pokja hanya check list kelengkapan persyaratan berdasarkan dokumen yang ada, padahal dalam dokumen pengadaan sudah dicantumkan terkait indikasi persekongkolan,” tambahnya.
Menutup pertemuan, KPPU mengajak Pokja untuk lebih mencermati berbagai indikasi dalam persekongkolan tender, karena ketika terjadi kegagalan tender, mau tidak mau pokja akan ikut terseret. Disamping itu, KPPU berharap adanya koordinasi yang lebih intens dengan para stakeholder seperti bagian pengadaan barang dan jasa, guna meminimalisir terjadinya persekongkolan tender. (ng)