20/04/2024 1:00
EKONOMI & BISNIS

Usai Minutes The FED, Rupiah dan Harga Emas Menguat Tajam, IHSG Bergerak Anomali

Ilustrasi kinerja IHSG. Ist

Fokusmedan.com : Kebijakan Gubernur Bank Sentral AS memberikan angin segar bagi kinerja mata uang Rupiah dan harga emas. Namun di sisi lain kinerja IHSG justru mengalami tekanan.

Pada dasarnya apa yang disampaikan Bank Sentral AS, Kamis (1/12/2022) sudah diproyeksikan jauh hari sebelumnya. Bahwa The FED tetap akan menaikkan besaran bunga acuannya, namun dengan besaran kenaikan yang lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya.

Untuk kinerja IHSG pada perdagangan bergerak anomali dibandingkan dengan kebanyakan bursa di Asia. Selama perdagangan hari ini IHSG berada di zona negatif, sementara banyak bursa lainnya justru berada di zona hijau dan naik cukup signifikan.

“IHSG ditutup turun 0.85% di level 7.020,80. Saya menilai IHSG tertekan karena sentimen teknikal, dimana IHSG rawan terkoreksi jika mendekati level psikologis 7.100,” ujar Analis Pasar Keuangan Gunawan Benjamin.

Berbeda degan IHSG, rupiah menguat cukup tajam. Rupiah pada perdagangan sore ditransaksikan dikisaran harga Rp15.500 per dolar AS. Padahal selama pekan ini Rupiah justru sempat diperdagangkan dikisaran Rp15.750 per dolar AS.

Penguatan Rupiah ini di luar ekspektasi sebelumnya, dan untuk sementara waktu menjauhkan dari rasa khawatir. Di mana sempat menggema potensi pelemahan Rupiah ke Rp16.000 per US Dolar sebelumnya.

Seiring dengan sikap The FED yang terus melunak, harga emas pada perdagangan hari ini mengalami penguatan di level $1.777 per ons troynya atau dikisaran Rp888 ribu per gramnya. Emas sangat diuntungkan jika Bank Sentral AS lebih bersikap dovish karena sikap dovish cenderung membuat daya tarik dolar AS menjadi menurun dan emas menjadi lebih menarik.

Sejauh ini, The FED sendiri diperkirakan akan menaikkan bunga acuan di level 5% hingga 6% nantinya. Kenaikan bunga acuan itu nantinya akan berlangsung hingga tahun depan. Untuk selanjutnya akan berhenti di level tersebut dalam kurun waktu yang diperkirakan hingga semester pertama tahun 2024.

“Namun kita perlu mewaspadai kemungkinan lonjakan inflasi yang dipicu kenaikan harga energi maupun bahan baku pendukung. Karena tensi geopolitik masih memanas di sejumlah negara yang bisa mengakibatkan adanya potensi laju kenaikan inflasi di tahun depan,” pungkasnya. (ram)