
Fokusmedan.com : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami praktik penjualan kuota haji khusus yang merupakan alokasi tambahan dari Pemerintah Arab Saudi. Kuota ini diduga diperjualbelikan tidak hanya antar sesama biro perjalanan haji, tetapi juga langsung kepada calon jemaah. Praktik ini terungkap dalam penyelidikan KPK terkait dugaan korupsi dalam penentuan dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa biro perjalanan haji mendapatkan kuota tambahan ini dari berbagai asosiasi biro perjalanan. Asosiasi-asosiasi tersebut, yang jumlahnya mencapai belasan, kemudian mendistribusikan kuota haji khusus kepada anggotanya. Penjualan kuota ini menjadi fokus utama dalam penyidikan yang telah dimulai KPK.
Penyidikan ini mencakup periode tahun 2023 hingga 2024, dengan KPK telah meminta keterangan dari berbagai pihak terkait. Dugaan korupsi ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap integritas penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Lembaga antirasuah ini berkomitmen untuk mengungkap tuntas kasus yang merugikan banyak pihak ini.
KPK secara aktif melakukan penyidikan terkait dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, secara tegas menyatakan bahwa ada indikasi kuat penjualan kuota haji khusus. “Ada yang juga diperjualbelikan antarbiro, dan ada juga yang langsung diperjualbelikan kepada para calon jemaah,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Penjualan ini disinyalir terjadi setelah kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi didistribusikan. Biro perjalanan haji mendapatkan alokasi kuota haji khusus melalui asosiasi yang menaungi mereka. Menurut Budi, terdapat sekitar 12 hingga 13 asosiasi yang berperan dalam pembagian kuota ini kepada biro-biro perjalanan haji.
Penyelidikan ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan ibadah haji. Praktik penjualan kuota haji khusus ini berpotensi merugikan calon jemaah serta negara. KPK akan terus mendalami modus operandi dan pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan korupsi ini.
Kronologi Dugaan Korupsi dan Kerugian Negara
KPK mengumumkan dimulainya penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama pada 9 Agustus 2025. Pengumuman ini menyusul serangkaian penyelidikan awal yang telah dilakukan. Salah satu langkah penting adalah permintaan keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
Dalam perkembangannya, KPK juga telah menjalin komunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Komunikasi ini bertujuan untuk menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat kasus kuota haji tersebut. Hasil penghitungan awal yang dirilis KPK pada 11 Agustus 2025 menunjukkan angka yang fantastis, yakni mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Sebagai bagian dari langkah pencegahan, KPK telah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri terkait kasus ini. Salah satu dari tiga orang yang dicegah adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Tindakan ini menunjukkan keseriusan KPK dalam menangani kasus dugaan korupsi yang memiliki dampak luas ini.
Pansus DPR Soroti Pembagian Kuota Tambahan
Selain KPK, Pansus Angket Haji DPR RI juga telah menyoroti sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Pansus menemukan adanya ketidaksesuaian dalam pembagian kuota tambahan yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Kuota tambahan sebesar 20.000 tersebut seharusnya dialokasikan secara proporsional sesuai undang-undang.
Poin utama yang disorot oleh Pansus adalah pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan. Kementerian Agama diketahui membagi kuota tambahan tersebut menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Pembagian ini dianggap tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur alokasi kuota. Undang-undang tersebut menetapkan bahwa kuota haji khusus seharusnya sebesar 8 persen, sementara 92 persen dialokasikan untuk kuota haji reguler. Ketidaksesuaian ini menjadi salah satu fokus investigasi untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.(yaya)
