Gegara Bank di AS Bangkrut, Bursa Saham Terpuruk Meski Fundamental Ekonomi Terjaga

Ilustrasi kinerja IHSG. Ist

Fokusmedan.com : Efek domino dari kebangkrutan Silicon Valley Bank di AS masih menjadi hal yang menakutkan bagi pasar. Sejauh ini dampak dari kebangkrutan tersebut sangat terlihat dari penurunan kinerja indeks bursa saham di banyak Negara.

Analis Pasar Keuanga Gunawan Benjamin menilai menilai, kondisi ini masih awal dari kemungkinan lain yang bisa saja lebih buruk dari yang terlihat.

Jika melihat kondisi pasar saat ini, bursa saham di tanah air atau IHSG terpantau mengalami koreksi yang signifikan dalam dua hari perdagangan terakhir. IHSG pada Rabu (15/3/2023) terkoreksi 0.21% di level 6.628,14, dan pada perdagangan sehari sebelumnya sempat terpuruk hingga 2% lebih lebih.

“Pada awal pekan IHSG masih mampu ditutup di zona hijau di mana pelaku pasar kala itu menanti apakah Bank Sentral AS dan pemerintah AS akan menyelematkan Bank tersebut. Namun, pemerintah AS justru fokus menyelamatkan nasabah Bank, tetapi tidak dengan Banknya itu sendiri,” ujarnya.

Untuk kinerja mata uang rupiah belakangan justru mampu menguat dibandingkan dengan kinerja penutupannya pada akhir pekan sebelumnya. Pada sesi perdagangan sore, rupiah ditransaksikan di kisaran 15.370 per dolar AS, membaik dibandingkan dengan posisi akhir pekan lalu yang sempat bertengger di kisaran harga 15.445 per US Dolar.

Rupiah masih diuntungkan dengan prahara sektor perbankan yang tengah terjadi di AS.

“Saya melihat dampak buruk dari kebangkrutan tersbeut belum akan membuat fundamental ekonomi di tanah air terganggu. Meski demikian efek dominonya perlu kita waspadai. Terlebih kalau nantinya menjalar ke perbankan lain dan menimbulkan masalah sistemik walaupun memang belum terlihat begitu mengkawatirkan sejauh ini, akan tetapi setidaknya kita perlu waspada,” jelasnya.

Meski ada kebangkrutan pada perbankan di AS, lanjutnya, The FED atau Bank Sentral AS sejuah ini diprediksi masih akan menaikkan bunga acuannya. Karena targetnya adalah pengendalian inflasi (2%) serta penciptaan lapangan kerja, di mana pasar tenaga kerja masih membaik, sementara inflasi masih bertahan tinggi 6% secara YoY.

Efek domino dari kenaikan bunga acuan Bank Sentral AS itu bisa mendorong kenaikan bunga acuan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Tentunya, kenaikan bunga acuan akan menekan laju pertumbuhan ekonomi di manapun dan masalah kenaikan bunga acuan The FED selama ini digadang-gadang sebagai pemicu kebangkrutan Bank di AS.

Menurutnya, masih ada ancaman lain jika seandainya bunga acuan di AS terus akan naik. Dampaknya perlu kita pertimbangkan karena selama kenaikan bunga acuan di AS belum berhenti, maka kita masih perlu mewaspadai kemungkinan potensi adanya kebangkrutan.

“Bank yang lain hingga ancaman resesi ekonomi diyakini akan menghantam ekonomi AS di tahun ini,” pungkasnya. (ram)