10/09/2024 8:01
EKONOMI & BISNIS

ADB Prediksi Inflasi Tahun 2022 Bisa Tembus 4,6 Persen, Dipicu Naiknya Harga BBM

Fokusmedan.com : Asian Development Bank (ADB) memperkirakan angka inflasi di Indonesia masih tinggi sampai akhir tahun 2022. Diperkirakan tingkat inflasi sepanjang tahun ini menjadi 4,6 persen.

“Inflasi yang mencapai rata-rata 1,6 persen tahun lalu, diperkirakan akan naik ke 4,6 persen pada 2022,” tulis Direktur ADB untuk Indonesia, Jiro Tominaga dalam keterangan resmi yang diterima merdeka.com, Jakarta, Sabtu (24/9).

Meroketnya tingkat inflasi tersebut tidak terlepas dari dampak kenaikan harga komoditas yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Tak terkecuali dampak dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi beberapa waktu lalu.

Jiro menyebut, sekarang belanja konsumen masih kuat dan ekspor komoditas masih bagus. Hanya saja tingginya harga komoditas ini mendorong kenaikan inflasi.

“Tingginya harga komoditas juga telah mendorong inflasi,” kata dia.

Tak hanya tahun ini, tingkat inflasi Indonesia juga diperkirakan masih tinggi tahun depan. ADB memperkirakan tingkat inflasi Indonesia sampai semeter I-2023 bisa mencapai 6 persen. Namun setelahnya akan kembali reda menuju 4 persen sampai akhir tahun.

“Inflasi diproyeksikan akan mencapai hampir 6,0 persen sampai dengan Juni 2023 dan kemudian menurun di bawah 4,0 persen pada akhir 2023,” kata dia.

Permintaan Konsumen

The Asian Development Outlook (ADO) 2022 Update menyebutkan kuatnya permintaan konsumen lebih dari cukup untuk mengimbangi belanja pemerintah yang menurun. Selain itu, permintaan akan komoditas ekspor Indonesia juga masih kuat, sehingga menunjang pertumbuhan dan menghasilkan tambahan pendapatan fiskal.

“Perekonomian Indonesia mampu bertahan dengan baik dari ancaman terhadap pertumbuhan,” kata Jiro.

Sementara dari sisi pertumbuhan ekonomi, pada tahun 2022 diperkirakan bisa mencapai 5,4 persen. Namun di tahun 2023 hanya akan tumbuh 5,0 persen.

“Untuk 2023, risikonya adalah penurunan perekonomian akibat perlambatan pertumbuhan global, volatilitas keuangan global, kebijakan makroekonomi yang makin ketat di Indonesia, dan berlanjutnya guncangan akibat invasi Rusia ke Ukraina,” tuturnya.(yaya)