Bertemu Petinggi PBB, Puan Bahas Isu Global hingga Perlindungan Perempuan
Fokusmedan.com : Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Abdulla Shahid, di sela-sela acara The 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Kamis (26/5). Pertemuan membahas isu global termasuk perlindungan terhadap perempuan.
“Hal ini menunjukkan komitmen tinggi Yang Mulia terhadap isu pengurangan risiko bencana. Saya mendukung kepemimpinan Bapak Abdulla Shahid pada Sidang Majelis Umum PBB yang membawa visi Presidency of Hope, yang ingin membawa harapan dan optimisme dunia keluar dari krisis,” kata Puan.
Puan berharap, Sidang Sidang Majelis Umum PBB di bawah kepemimpinan Abdulla Shahid dapat menjawab berbagai tantangan dunia yang sedang menghadapi krisis multidimensi. Puan menjelaskan, mulai dari krisis terkait pandemi Covid-19, ekonomi dan inflasi, perubahan iklim, pangan, energi dan ketegangan geopolitik.
“Saya berpandangan bahwa krisis global saat ini memerlukan respons global. Kita harus meningkatkan komitmen akan kerjasama internasional, multilateralisme untuk membangun respons global,” ujar politikus PDIP ini.
Puan turut menyinggung peran penting parlemen untuk memberikan dukungan politik bagi kebijakan luar negeri dan berbagai kesepakatan internasional. Dukungan politik di dalam negeri itu, disebutnya, akan memperkuat legitimasi bagi komitmen internasional.
“Parlemen juga berperan dalam implementasi kesepakatan internasional di dalam negeri melalui ratifikasi dan dukungan konstituen pada berbagai kesepakatan internasional,” lanjutnya.
DPR berkomitmen berperan aktif dalam merespons berbagai tantangan global. Di tingkat multilateral, DPR berkontribusi pembahasan di Inter-Parliamentary Union (IPU) di mana Puan terlibat aktif dalam beberapa agenda, termasuk menjadi Presiden Majelis IPU ke-144 di Nusa Dua, Bali, pada Maret lalu.
“Pertemuan telah mengadopsi Deklarasi Nusa Dua tentang komitmen parlemen untuk memajukan penanganan perubahan iklim. Termasuk di dalamnya pengurangan risiko bencana yang disebabkan perubahan iklim,” jelas Puan.
Perspektif parlemen dalam menjawab tantangan global sangat diperlukan. Puan mengatakan, saat ini dunia dilanda krisis sehingga perlu dilakukan pendekatan baru untuk mencapai ketertiban dan kesejahteraan di dunia.
“Parlemen merupakan representasi rakyat yang secara langsung terdampak oleh berbagai isu global. Dalam hal ini, perlu keterlibatan parlemen dan juga IPU yang lebih besar dalam pembahasan berbagai isu global di PBB dan specialized agencies-nya,” jelas Puan.
“Suara parlemen harus lebih didengarkan pada forum-forum internasional. Hal ini bisa dilakukan dengan mengundang para Speakers Parlemen pada Sidang Majelis Umum PBB bulan September setiap tahunnya atau pada event-event besar PBB lainnya,” sambung mantan Menko PMK ini.
Puan menegaskan, sinergi lebih besar antara PBB dengan parlemen akan meningkatkan dukungan politik, membantu implementasi, dan mendiseminasi berbagai program PBB. Selain itu, PBB disebut akan mendapatkan masukan dari parlemen bagi perbaikan program PBB di masa depan.
Pada pertemuan itu, Puan pun membicarakan soal Indonesia yang tahun ini memegang Presidensi G20. Sejalan dengan forum tersebut, DPR RI juga akan menjadi tuan rumah The Eighth G20 Parliamentary Speakers Summit (P20) pada 6-7 Oktober 2022, di Gedung DPR RI Jakarta.
“Pelaksanaan P20 diharapkan dapat memberi masukan bagi G20 dan memberikan perspektif parlemen dalam pembahasan agenda G20. Saya mengharapkan dukungan dan masukan PBB terhadap pelaksanaan P20 tahun 2022,” kata Puan kepada Abdulla Shahid.
Dalam kesempatan tersebut, turut juga dibahas mengenai isu pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender. Puan menegaskan, Indonesia memiliki komitmen yang kuat terhadap isu-isu perempuan di mana seperti telah diketahui, Indonesia telah memiliki Presiden dan Ketua DPR perempuan, serta banyak menteri, kepala daerah, dan anggota dewan yang datang dari kaum perempuan.
Puan lantas menyinggung bagaimana perjuangan Indonesia membuat berbagai kebijakan dan produk hukum untuk mendukung perempuan. Salah satunya dengan pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai dukungan bagi perlindungan perempuan yang banyak menjadi korban kekerasan seksual.
“DPR RI baru saja mengesahkan undang-undang anti kekerasan berbasis gender yaitu UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Hal ini menjadi terobosan penting pengaturan hukum acara yang komprehensif serta pengakuan dan jaminan hak korban,” ujarnya.(yaya)