Omicron Ancam Ekonomi Sumut, Level PPKM Jangan Sampai Naik

Fokusmedan.com : Kabar tidak baik kembali menghinggapi Indonesia, pada Kamis (16/12), pemerintah secara resmi mengumumkan pasien omicron pertama di tanah air. Meskipun tidak begitu terkejut dengan kabar tersebut, karena banyak negara lain sudah terinfeksi, termasuk negara tetangga Indonesia akan tetapi kabar kehadiran omicron akan membuat ekonomi nasional sulit terbebani, khususnya di wilayah Sumut.
Pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, Sumut sendiri punya pengalaman sangat buruk dengan kehadiran Covid-19 sebelumnya. Sumut terjebak dalam resesi meskipun belakangan ini mampu kembali pulih.
“Namun, sampai saat ini belum sepenuhnya beranjak dari pengalaman pahit dimana SUMUT pertumbuhan ekonominya negatif. Kuartal keempat 2020, BPS memaparkan bahwa pertumbuhan ekonomi Sumut -2.94%, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,” ujarnya, Jumat (17/12/2021).
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi negatif juga masih berlanjut, khususnya di awal tahun (kuartal I) 2021. Dampak kerusakan ekonomi yang terjadi di wilayah Sumut akibat Covid-19 itu masih akan terasa setidaknya paling cepat hingga 2025 mendatang. Baru setelah itu bisa berharap bahwa ekonomi Sumut kembali ke posisi semula dengan catatan mampu mengatasi gelombang covid terbaru (omicron).
Jadi di tahun ini, sambungnya, Sumut tidak bisa terlalu banyak berharap ekonomi bisa tumbuh diatas 5%. Walaupun sejauh ini kita belum bisa menilai dampak kerusakan ekonomi akibat omicron. Tetapi target realistis pertumbuhan ekonomi Sumut di tahun depan 2022 itu di bawah 4.3% meskipun masih terlalu dini membuat kesimpulan seperti itu.
Akan tetapi pemerintah daerah jangan terfokus pada target realisasi yang rendah namun lakukan upaya mitigasi bencana wabah untuk mengendalikan varian omicron agar tidak merusak tatanan ekonomi di wilayah Sumut. Dengan kehadiran omicron di tanah air, maka skenario pertumbuhan ekonomi Sumut itu memasukan berbagai indikator yang paling pesimis.
Yakni pertumbuhan ekonomi Sumut diskenariokan dalam target yang pesimis, inflasi yang berpeluang naik, tren suku bunga acuan yang tinggi, gelombang pandemi lanjutan, belanja masyarakat dan daya beli yang terkontraksi, hingga ekspektasi pemulihan ekonomi global yang tertahan karena omicron.
“Inilah yang menjadi dasar saya mengapa Sumut ekonominya akan tumbuh mentok di 4.3% tahun depan. Kalau tumbuh di atas 4.3% ini akan jadi bonus,” tuturnya.
Untuk itu, tambahnya, yang perlu dilakukan adalah mengendalikan penyebaran Covid-19 di lumbung-lumbung ekonomi Sumut seperti Medan, Padangsidimpuan, Sibolga, Pematang Siantar, Tanjung Balai harus masuk dalam skala prioritas pengendalian pandemi. Gubernur, Walikota/Bupati di masing-masing daerah harus menyadari pentingnya vaksinasi, tracing, hingga memastikan Prokes berjalan di masyarakat.
Namun ada banyak hal yang harus diwaspadai, Sumut berdekatan dengan Singapura atau Malaysia yang notabene sudah terpapar omicron sebelumnya. Selanjutnya, ada ancaman inflasi di Sumut di tahun depan dan ada ancaman pertumbuhan ekonomi yang rendah karena omicron.
“Jadi fokus untuk mengurangi beban ekonomi Sumut itu ada di vaksinasi, tracing, ketersediaan layanan kesehatan dan memastikan masyarakat menjalankan Prokes selebihnya ekonomi akan bergerak sendiri dan akan menyesuaikan. Keberhasilan dalam pengendalian omicron akan menjadi keberhasilan dalam menjaga momen pemulihan ekonomi Sumut yang sudah mulai berlangsung saat ini,” pungkasnya.(ng)