Menteri PPPA Gali Keterangan Warga Sumba Terkait Penculikan Praktik Kawin Tangkap
fokusmedan : Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga melakukan kunjungan kerja ke Sumba guna mengetahui secara pasti kasus penculikan terkait praktik kawin tangkap. Kunjungan ini guna mendengarkan secara langsung keterangan tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, penyintas, pendamping dan pemerintah daerah apakah kawin tangkap merupakan bagian dari nilai budaya Sumba.
“Kehadiran saya di sini adalah untuk mendengarkan secara langsung dari tokoh-tokoh terkait, mulai dari tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, penyintas, pendamping, dan pemerintah daerah yang memahami nilai budaya Sumba. Kami ingin bersama-sama mencari solusi atau upaya terbaik untuk menghentikan segala bentuk tindakan kekerasan yang merugikan perempuan dan anak, termasuk kasus penculikan di Pulau Sumba yang saat ini tengah viral di media sosial,” ujar Bintang dalam keterangan pers yang diterima, Sabtu (4/7).
Bintang menuturkan, kasus penculikan merupakan salah satu bentuk kejahatan, dan pelecehan terhadap adat perkawinan yang sakral dan mulia. Menurutnya, perlu langkah konkret untuk menghentikan agar hal serupa tidak terulang lagi.
“Untuk itu dibutuhkan sinergi dan kerjasama yang baik dari semua pihak, baik pemerintah, lembaga masyarakat, akademisi, tokoh adat, dan tokoh agama di tingkat pusat maupun daerah,” tegasnya.
Dalam pertemuan, tokoh-tokoh adat mengaku masyarakat Sumba sangat memuliakan kaum perempuan. Mereka secara tegas menolak membawa lari perempuan untuk dinikahi atau yang dipersepsikan sebagai kawin tangkap dianggap sebagai wujud nilai-nilai adat dan budaya Sumba.
Bintang mendengarkan kesaksian dari salah satu seorang yang berhasil melepaskan diri dari rumah pihak laki-laki setelah sebelumnya ditangkap dan disekap di rumah laki-laki yang akan mengawininya.
“Penandatanganan nota kesepahaman Peningkatan Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Sedaratan Sumba antara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Daerah Sedaratan Sumba bukan hasil akhir pertemuan ini, melainkan menjadi awal dari rencana aksi yang akan dilakukan ke depan melalui kerja sama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah,” pungkas Bintang.
Komisi Anak Sinode Gereja Kristen Sumba, Pendeta Yuli menegaskan, pada prinsipnya sesuai dengan nilai-nilai warisan leluhur masyarakat Sumba, pihaknya sangat menjunjung dan menghargai perempuan Sumba.
“Saya sangat menyayangkan anggapan kawin tangkap sebagai budaya Sumba setelah viral video penangkapan perempuan secara paksa lalu mulai dibilang bahwa itu adalah kawin tangkap. Seolah-olah istilah kawin tangkap adalah kosakata baku yang berkaitan dengan budaya Sumba,” kata Yuli.
“Pada dahulu kala memang ada budaya sumba yang disebut Plaingidi, akan tetapi ada ikatan antara kedua belah pihak sehingga mereka dijodohkan dan kemudian melaksanakan perkawinan. Jadi saya tegaskan, bahwa orang Sumba sendiri tidak mengenal kawin tangkap,” sambungnya.
Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur, Irjen Pol Hamidin menerima laporan dari masyarakat perihal kasus penculikan perempuan terkait praktik kawin tangkap di Kabupaten Sumba Tengah. Persoalan tersebut kini sedang ditangani Kepolisian.
“Ada satu laporan polisi dan sedang ditangani, tetapi jika kedua belah pihak mau damai kita hargai,” kata Hamidin, Kamis (2/6).
Menurut Hamidin, laporan pidana kasus penculikan anak perempuan bawah umur itu tidak ada kaitan dengan adat atau mahar.
“Soal adat atau mahar itu masalah lain. Jika melanggar pidana akan diproses hukum. Tetapi kita fleksibel, jika ada restorasi justice, kita hargai itu,” jelasnya.(yaya)